Ketika mentari menyeruak awan dengan sinarnya di suatu pagi.
Di sebuah rumah di ujung jalan terbuka jendela dan menyeruaklah seraut wajah bersahaja. Perempuan muda dengan selendang di kepala.
Terdengar sayup suara lembutnya memecah fajar yang menyingsing.
“ nak, ayo bangun, sudah pagi, mandi, sholat dan berkemas lah, nanti terlambat sekolah” dari balik selimut biru, tersibak untaian rambut ikal dan raut cantik anak perempuan, sejenak ia mengerjapkan mata nya yang bulat yang dinaungi bulu mata hitam dan lentik. Sambil memeluk bantal, tubuhnya mengkerut di bawah selimut, ingin tetap tidur dalam balutan selimut biru yang hangat.
Sebuah kecupan mendarat di pipinya yang halus, “ nak, ayo bangun, tidak baik anak perempuan bermalas malasan, ayo, nanti terlambat ke Sekolah”, kata sang ibu lembut.
“ hmmm, tapi Luna masih ngantuk mam…, bentar lagi yaaach, lima meniiiiit aja.” Rengek Luna sambil mengeratkan balutan selimut ketubuhnya.
“ Sayang, tidak boleh berkata begitu, besok bisa terucap lagi loch, terus besoknya terucap lagi, dan kamu akan tetap bangun terlambat, kalau terlambat ke Sekolah, kamu bisa ketinggalan pelajaran di jam Pertama, dan itu bisa membuat kamu tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, nilainya bisa merah loch, bearti nanti Luna bisa ketinggalan kelas, dan itu artinya Luna menyia-nyiakan waktu dan kesempatan.” Kata sang ibu sambil mengusap rambut Luna dan menarik selimut yang membalut tubuh mungil itu.
“ Hmmmmm… tapi masih dingin mam, Luna bisa kedinginan kalo mandinya sekarang, sarapan aja ya mam, mandinya nanti ya mam….” rengek Luna manja.
“ Loch, sayang… kalo blom mandi itu artinya blom sikat gigi kan?, masa sarapan blom sikat gigi? Apa mau nanti nafasnya bau dan giginya berlubang?, ich jorok dan jelek dech…, mandi dulu ya sayang, mam sudah nyiapin air hangat buat mandi, jadi enggak kedinginan dan menggigil, ya?, ayo sini buka bajunya”, sang ibu membuka satu persatu baju anaknya, lalu memapahnya ke kamar mandi.
Di Kamar mandi telah tersedia air hangat yang sebelumnya di tambahkan cairan antiseptik agar Luna sehat dan terhindar dari kuman. Sang Ibu telah mengajarkan Luna untuk mandi sendiri sejak usia 3 tahun, menggunakan pembersih yang dipilih tidak mengandung zat berbahaya, pasta gigi yang telah dikonsultasikan dengan dokter cara dan aturan pakainya, dan dengan shampo yang dibikin sendiri dari daun mangkok yang banyak terdapat di pekarangan rumah.
Selesai mandi, Luna telah siap dengan seragam merah putih yang sebelumnya telah disetrika rapi. Rok merah berlipat di semua bagian sisi memanjang dan baju putih berlambang SD membalut tubuh mungilnya. Seutas dasi panjang berujung segitiga menggantung di lehernya dan sebuah topi seragam juga berwarna merah putih berada dalam pegangan tangan mungilnya.
“ Sudah siap sayang?, ayo kita sarapan, ini sudah mam bikinkan sarapan kesukaan Luna, nasi putih dengan ikan gurame, tempe goreng dan sayur bayam, ayo duduk sini, “ kata sang ibu sambil menarik kursi makan untuk anaknya.
Luna makan dengan lahap, ia begitu percaya kalau sarapan pagi bisa membuat ia tetap semangat dan siap untuk melewati hari indahnya di sekolah. Secangkir susu coklat dan sebuah jeruk yang dipetik Ibu dari kebun belakangmenjadi santapan penutupnya.
“ hmmmm enak, makasih mam, mmmmuach, sebuah ciuman dan pelukan hangat diberikan Luna pada sang ibu,”
“Hmmmm, iyach, baik-baik di sekolah yach, harus sayang sama teman dan hormat sama bapak dan ibu guru yach, nanti pulang sekolah mama jemput, dan ingat, Luna tidak boleh keluar pagar sekolah sebelum mama jemput, yach!”, nasehat sang ibu sambil mencubit kecil hidung mungil Luna.
“ Iya mam” , jawab Luna sambil meraih botol minum dan kotak makanannya dari meja. Kedua perempuan beda usia itu kemudian saling bergandengan menuju halaman rumah. Di halaman rumah sudah siap sebuah sepeda untuk mengantar Luna ke Sekolah yang jaraknya 20 menit dari rumah. Sang ibu, mendudukan Luna dengan baik di boncengan sepeda, kemudian Ia pun duduk di sadel, pinggangnya di peluk erat oleh tangan mungil Luna. Sang ibu mengayuh sepeda dengan perlahan, sambil berdendang kecil, diikuti suara Luna yang ikut melafalkan bait-bait lagu sang Ibu. Terdengar sayup bait lagu itu hingga ke ujung jalan lewat semilir angin “ …… bagi Indonesia” kemudian terdengar Luna melafalkan not lagu itu dengan semangat “ Do- Re- Mi- Fa- Sol- Mi- Do, Re Fa Mi Re-Do…….., angin membawa senandung dua perempuan Indonesia itu sampai jauh ke pelosok negeri, dengan harapan bahwa hari itu, besok dan lusa akan terus didendangkan oleh semua perempuan Indonesia, tidak hanya lagu tapi juga peri-laku.